I write about values, jalan-jalan, anak-anak, fun learning and so on.

Rabu, 18 Maret 2015

If Children Live With Hostility, They Learn to Fight

Dari permusuhan, anak belajar untuk bertengkar.
-Dari Permusuhan, Anak-Anak Belajar Untuk Bertengkar-

Hari-hari ini, anak-anak tidak terlindung dari tontonan kekerasan dan perkelahian di TV dan film. Permusuhan dapat terjadi di mana saja, bahkan di rumah. Beberapa anak tumbuh menjadi tegar, selalu siap menghadapi masalah dan bahkan mencoba mencari masalah. Sementara anak lain menjadi penakut sehingga mereka menghindari konflik.

Permusuhan di dalam keluarga mengajarkan anak-anak bahwa bertengkar adalah solusi. Anak-anak tumbuh dan berpikir bahwa hidup adalah peperangan, bahwa mereka tidak akan diperlakukan adil tanpa pertengkaran atau  bahwa mereka harus bertengkar untuk dapat bertahan. Tentunya bukan ini yang kita inginkan dari anak-anak kita. Bagaimana kita mengatasi perbedaan mengajarkan kepada anak kita bagaimana menghadapi konflik.

Sebut saja Fran (4th) mengalami hari yang berat di sekolah. Dia tidak mendapat giliran menggunakan komputer dan ayahnya telat menjemputnya di sekolah sehingga dia harus sendirian menunggu di halaman sekolah. Saat mereka tiba di rumah, bunda tergesa-gesa menyiapkan makan siang. Semuanya lapar. Saat dia mengambil tasnya, tanpa sengaja dia menjatuhkan kotak makanannya sehingga semua isinya berantakan ke lantai.

Mudah untuk ditebak apa yang terjadi setelah itu. Bagaimana kita berespon tergantung pada kemampuan kita untuk mengatasi perasaan tidak sabar, tidak puas dan perasaan jengkel. Untungnya, sang bunda mampu mengatasi kejengkelannya.

Dia berikan sapu kepada Fran, "Tidak apa-apa, Sayang. Ayo bersihkan." Setelah beres menyiapkan meja makan, dia berlutut dan berkata pada Fran, "Kamu hampir bersihkan semuanya, sini biar Bunda bantu sisanya." Wajah Fran dipenuhi dengan senyum terimakasih.

Namun yang sering terjadi adalah sebaliknya. Setelah menjatuhkan kotak makanannya, Fran frustasi dan berteriak, "Aku benci kotak makanan ini! Aku benci sekolah!" Bunda berteriak, "Berantakan semua! Kamu kenapa sih nggak hati-hati?!" Atau bisa juga menyalahkan ayah, "Kenapa kamu nggak awasin Fran?! Kamu nggak liat aku sibuk?"

Anak belajar bagaimana mengatasi konflik dengan cara mengamati bagaimana cara kita mengatasi konflik. Anak-anak mempunyai hak untuk mengekspresikan kemarahannya. Tapi bukan berarti mereka punya hak untuk berbuat destruktif. Kita tetap harus menghormati dan menerima perasaan frustasi anak kita dengan batasan yang kita berikan.

Orangtua bisa mengijinkan anak untuk menyatakan perasaan mereka dengan menanyakannya. "Ya, mama tahu, kamu marah karena adik merusakkan mainanmu. Apa yang bisa membuat kamu merasa lebih baik?" Ini dapat membantu anak mengenali perasaannya dan menemukan cara bagaimana mengatasinya.

Bagaimana cara kita mengatasi perasaan tidak sabar dan kemarahan, jauh lebih powerful daripada kita mengajarkan mereka bagaimana caranya mengatasi kemarahan mereka. Tapi bukan berarti kita berpura-pura tidak marah, kita perlu jujur karena anak dapat merasakannya.

Di hari Sabtu pagi yang cerah, ibu dari Sam (9th)  sibuk merapikan rumahnya setelah seminggu penuh bekerja di luar rumah. Melihat ibunya melempar bantal sofa sekuat tenaga, Sam bertanya, "Ibu marah ya?"
Ibunya menarik nafas dan berkata, "Nggak Sayang, Nggak ada apa-apa kok."

Lalu Sam keluar untuk bermain, merasa bingung dan tidak tenang tapi tidak yakin dengan apa yang dia rasakan. Sebenarnya ibunya bisa dengan jujur mengatakan, "Ya, Ibu kesal. Ibu berharap kamu nggak membiarkan mainanmu berserakan di ruang tamu. Banyak hal yang harus Ibu kerjakan untuk berberes selain membereskan mainanmu. Bisakah kamu membereskan mainanmu sekarang?" Nah, dengan ini Sam tahu bahwa perkiraan dia tepat, bahwa ibu marah.

Anak-anak juga perlu belajar bahwa orangtuanya bisa saja tidak sependapat dan setelah itu tetap dapat mengatasi perbedaan di antara mereka. Carli (7th) bangun tengah malam dan mendengar orangtuanya marah satu sama lain. Dia takut dan masuk lagi ke kamarnya dan akhirnya jatuh tertidur kembali. Paginya, sadar bahwa Carli mendengar pertengkaran mereka, ayah menjelaskan, "Ibu dan ayah mendiskusikan sesuatu dan kami beda pendapat. Sori, karena kamu jadi terbangun."

Penting buat Carli tahu bahwa orangtuanya memang berdebat tapi semuanya baik-baik saja. Ayah bisa saja menjelaskan, "Ibu dan Ayah beda pendapat tapi kami sudah menemukan jalan tengah." Ini membuat Carli mengerti bahwa setiap orang bisa marah dan bertengkar sesekali, tapi bukan berarti mereka tidak saling mengasihi.

Dengan bersikap jujur terhadap anak tentang kesulitan yang dalam mencapai kesepakatan, kita dapat menggunakan hal tersebut menjadi kesempatan untuk mengajarkan nilai yang berharga tentang perlunya menerima perbedaan.

Kita tidak harus menjadi contoh yang sempurna bagi anak-anak kita. Ada saat dimana kita lepas kontrol. Kalau kita dapat mengakui dan memperbaiki kesalahan kita dan meminta maaf atas sikap kita, anak kita akan belajar hal penting - bahwa ayah dan ibu juga terus menerus berusaha untuk mengatasi kemarahan mereka. Hal ini menunjukkan pada anak bahwa kemarahan bukanlah musuh, tapi kemarahan adalah energi yang dapat dikendalikan secara kreatif. Apa yang kita lakukan dengan energi tersebut adalah penting untuk diri kita dan untuk keluarga kita.
Read More

Minggu, 08 Maret 2015

Mengenal Si Ulat Sutera di Rumah Sutera

Satu lagi tempat yang menarik untuk membawa anak-anak mengenal keajaiban alam. Di tempat ini, mereka bisa belajar, bukan sekedar teori tapi mereka bisa melihat langsung, live!

Ya, El dan Zo mendapat kesempatan untuk pergi ke Rumah Sutera bersama teman-temannya. Sungguh merupakan pengalaman baru buat kami. Kami takjub betapa air liur dari ulat yang tidak berdaya dan menggemaskan bisa menghasilkan keindahan yang sangat berharga bagi manusia.

Rumah Sutera terletak di daerah Ciapus, Bogor. Rindang dan sejuk, itu yang aku rasakan begitu aku tiba di sana. Untuk rombongan, mereka menyediakan paket lengkap tour sutera, makan siang dan snack hanya dipatok harga Rp.60ribu per orang.
Kami mengambil paket makan siang prasmanan -sangat rekomended- karena makanan yang mereka sediakan sangat lezat dan unik. Mereka menyajikan makanan pokok ulat sutera, yaitu daun murbai. Enaaak sekali urap daun murbai,, daun murbai rebus... pantas aja ulat sutera doyan banget yah. Sayangnya biarpun sudah makan daun murbai tidak mengubah air liur manusia jadi sutera hahaha...

Kami tiba di sana pk.9.30 pagi, disambut oleh bapak pemilik Rumah Sutera, dia sendiri yang menjelaskan kepada kami tentang metamorfosa dari ulat sutera.
Dari telur menjadi ulat putih yang gendut, lembut dan menggemaskan. Di umurnya yang ke 30 hari, sang ulat berubah menjadi kokon atau kepompong.
Kokon yang didiamkan akan menjadi kupu-kupu. Tapi mereka memproses kokon itu sebelum menjadi kupu-kupu.
Pertama-tama, untuk mengeluarkan benang sutera, kokon harus direbus terlebih dahulu.
Kokon yang sudah direbus, ditarik benangnya dan dipintal menjadi gulungan benang. Warna benang berbeda tergantung dari mana ulat sutera tersebut berasal.
Gulungan-gulungan benang itu pada akhirnya dipintal menjadi kain.

Setelah dijelaskan proses metamorfosa dari ulat menjadi sutra, kita dapat melihat proses tersebut secara detail di sana.

Diawali dengan menjenguk kandang ulat sutera dimana ribuan ulat sutera sedang sibuk makan daun murbai. Kita diperbolehkan menyentuh ulat sutera setelah kita mencuci tangan menggunakan kaporit supaya steril.
Kandang dimana para ulat sutera asik makan daun murbai
Ulat sutera berubah menjadi kokon dengan cara mengeluarkan air liurnya dan membungkus dirinya dengan air liur tersebut. Yang lucu, ulat-ulat tersebut bisa masuk sendiri ke dalam kotak di bawah ini saat mereka merasa siap menjadi kokon.

Ulat sutera menjadi kokon

Dilanjutkan dengan melihat proses perebusan dan pemintalan benang sutera hingga menenun benang menjadi kain sutra.
Proses memintal kokon menjadi benang sutera

Benang sutera dipintal menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Para pengunjung dewasa maupun anak-anak bisa mencoba menenun dengan menggunakan ATBM.

Taraaa! Ini adalah benang sutera

Setelah selesai terkagum-kagum dengan semua proses pembuatan kain sutera, kami dibawa ke galeri penjualan kain sutera. Cantik sekali kain sutera yang dijual di sana, mesti menahan diri supaya masih ada ongkos untuk pulang ke Jakarta hahaha.... Selain kain, ada juga souvenir yang terbuat dari kokon asli. Naaah kalo souvenir kokon sangat cocok untuk oleh-oleh lucu, unik daaaan.... cuma goceng.

Menarik bukan? Katanya Rumah Sutera ini lebih bagus daripada yang di China loh... Nah siapa bilang di luar negeri lebih bagus daripada yang di dalam negeri. Cek deh web nya di www.rumahsuteraalam.com.



Asiiik, boleh coba menenun dengan ATBM.Kapan lagi kalo ga disini.


Menikmati keajaiban metamorfosis ulat menjadi kain sutera, mengingatkanku bahwa kalau ulat sutera yang kecil diciptakan untuk tujuan yang begitu berharga, terlebih kita manusia....







Read More
Diberdayakan oleh Blogger.

© Elzoria Story, AllRightsReserved.

Blogger theme by Safetricks.com Designed by ScreenWritersArena