I write about values, jalan-jalan, anak-anak, fun learning and so on.

Minggu, 25 Januari 2015

Ayam Putih




Ayam putih atau ayam jahe
Ayam putih atau biasa juga disebut ayam jahe adalah jenis masakan rumahan kesukaan kami sekeluarga. Khususnya saat anak-anak sedang kurang fit, mereka suka sekali makan kuah ayam yang hangat ini. 

Dan aku juga sangat senang memasaknya karena super gampang dan ga repot. Ya, bukankah biasanya saat anak sakit, kita jadi lebih repot. Dengan masak ayam putih ini, waktuku ga harus banyak tersita di dapur dan jadi bisa lebih banyak menemani anak. Bawang merah dan putih cukup dibelah dua, benar-benar mempersingkat waktu memasak  hahaha...

Masakan ini sebenernya adalah masakan turun temurun yang dihidangkan oleh mami dan omaku sejak aku masih kecil dulu. Kuahnya yang segar, bening dan hangat karena menggunakan jahe iris membuat nyaman tubuhku saat aku menyeruputnya dari sendok.
Hmmm... aroma masakan china kuno terbayang di hadapanku...


Bahan ayam putih, sangat sederhana

Bahan-bahan yang digunakan sangatlah sederhana :

1 ekor ayam (dipotong kecil, kira-kira jadi 12 bagian)
4 ruas jahe (kupas dan iris tipis)
10 butir bawang merah (belah 2)
5 butir bawang putih (belah 2)
garam
Air secukupnya


Cara memasak :

Siapkan air di dalam panci, masukkan bawang merah, bawang putih dan jahe. Didihkan.
Lalu masukkan ayam dan garam, besarkan api sampai mendidih.
Begitu kuah mendidih, tutup pancinya dan kemudian kecilkan apinya.
Tunggu sampai empuk, cicipi apakah sudah pas rasa asinnya.
Hidangkan.


Mudah dan simple sekali kan...

Selamat mencoba.
Read More

Sabtu, 10 Januari 2015

Ngintip ke Dalam Kost ...

Hmmm... seperti yang aku pernah bilang, selain seorang housewife, aku adalah seorang ibu kost yang baik hati dan tidak galak hehehe....Hari ini aku mau bercerita tentang rumah kost dimana aku bertahta sebagai seorang ibu kost di dalamnya.
Rumah kost ini berada di daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat, dimana di sekitarnya bertebaran kampus dan perkantoran.  Jadi, penghuni kostku sangat bervariasi, dari mahasiswa/mahasiswi, karyawan, dosen, bahkan pramugari. Pramugari? Yah pramugari dari Susi Air... wow.
Oyah, ada juga suami istri, tentunya dengan syarat mereka menunjukkan bukti bahwa mereka benar-benar pasangan resmi, supaya kost tetap bersih sih sih.... :) dan nyaman untuk semua pihak.
Tinggal di dalam rumah kost dengan banyak orang dari berbagai penjuru Indonesia - bahkan beberapa kali expatriat singgah untuk ngekost,  tentunya membuat aku belajar tentang budaya dari masing-masing orang, karena seringkali aku bertukar cerita  dengan mereka. Beberapa kisah dari para penghuni kost sungguh menarik...
Banyak orangtua dari mahasiswa/mahasiswi di kost yang menitipkan anaknya pada kami, itu adalah suatu kehormatan sekaligus tanggung jawab yang cukup besar buatku.

Ayo kita ngintip suasana di dlm kamar kost...

Kamar kost lengkap dengan toilet pribadi.

Nyaman dengan AC, perabotan lengkap, kamar mandi pribadi, air panas, wifi, termasuk cuci gosok dan juga dan jendela di setiap kamarnya. Para penghuni cukup bawa badan dan kebutuhan seperlunya. Bahkan si ibu kost betah untuk berlama-lama di dalam kamar kost yang tak berpenghuni hihihi... Nyaman sih.

Tempat anak-anak kos nonton TV.
Nah gambar di atas ini adalah ruang tempat anak-anak kost nonton TV, atau kadang saat musim ujian mereka belajar bersama di sini.

Oyah, untuk masalah lokasi, rumah kost ini letaknya cukup strategis - dilewati metromini dan cuma berjarak 5 menit jalan kaki ke halte busway, 3 menit ke indomart, 5 menit ke rumah sakit. Eh kok lama-lama jadi kaya review hotel di agoda yah... Yah tapi itulah kondisi yang sebenarnya.

Demikian liputan rumah kost dari sang ibu kost.
Read More

Senin, 05 Januari 2015

If Children Live with Criticism, They Learn to Condemn

-Dengan Kritik, Anak Belajar Untuk Menyalahkan Keadaan-
Banyak dikritik, anak jadi belajar mencari kesalahan.

Anak-anak seperti spons, mereka menyerap apapun yang kita lakukan. Kalau kita sering mengkritik mereka, mengeluh tentang orang lain dan kondisi sekitar kita, kita sedang mengajarkan kepada mereka untuk mencari kesalahan orang lain dan dirinya sendiri daripada mencari apa yang positif.

Kritik bisa dalam bentuk kalimat, nada suara, sikap, bahkan lewat lirikan mata. Parents bisa bilang, "Waktunya pergi" dan mereka pergi. Tapi ada parents lain yang tidak sabaran, ngomong hal yang sama dengan cara yang berbeda. "Kamu ini lama amat sih." Kedua cara itu belum tentu efektif, tapi anak yang mendengarnya akan merasa berbeda. Ana bisa merasa bahwa dirinya tidak cukup baik.

Tentunya secara tidak sengaja kita pernah melemparkan kritik, tapi ada orang-orang tertentu yang terbiasa berfokus kepada kesalahan orang lain. Kritik yang terlalu sering diterima akan menyebabkan dampak yang panjang, menciptakan suasana penghakiman yang negatif dalam kehidupan keluarga. Sebagai orangtua, kita punya pilihan - kita bisa menciptakan suasana emosional yang penuh kritik dan saling menyalahkan, atau suasana yang saling mendukung satu sama lain.

Di saat kondisi memanas
Alin (6th) berdiri di dapur merangkai bunga yang baru dia petik dalam sebuah pot plastik yang terisi dengan air. Tiba-tiba, pot itu jatuh sehingga air, daun dan bunga berserakan. Alin berdiri, bengong dan basah. Mamanya tiba di sana dan berkata dengan kesal, "Ya ampuuun, kok kamu ceroboh amat sih?".

Kita sering mengucapkan kata-kata itu. Kita bereaksi tanpa pikir panjang. Kalimat terlontar begitu saja dari mulut kita dengan cepatnya, sampai kita sendiri kaget waktu mendengarnya. Mungkin saat itu kita sedang lelah. Mungkin juga kita sedang memikirkan banyak hal.

Tidak pernah terlalu terlambat untuk mengubah nada bicara kita, dan mencegah hal-hal yang merusak rasa berharga seorang anak. Jika saja mama Alin berhenti, menenangkan diri dan minta maaf karena sudah membentak, semuanya akan menjadi lebih baik. Alin mungkin merasa buruk terhadap kejadian itu, tapi ia tidak merasa buruk terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya kalau mama si Alin terus mengkritik, Alin mungkin mulai melihat dirinya sebagai orang yang ceroboh dan tidak berguna.

Yah, memang ada saat-saat kita merasa sangat jengkel. Kebanyakan kita harus bekerja keras untuk mengerti dan mengendalikan reaksi emosi kita sendiri. Akan sangat membantu kalau kita punya respon seperti, "Kok bisa jatuh Nak?". Kalimat tersebut memberi penekanan terhadap hal yang terjadi, bukan terhadap anak kita. Bukan hanya menghindarkan perasaan gagal terhadap anak, tapi juga memberi mereka ruang untuk belajar melakukan yang lebih baik. Dengan pertanyaan, kita mengajarkan anak kita untuk menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi.

Beberapa kasus bisa dicegah jika kita mau meluangkan waktu untuk merencanakan dan memberi batasan sejak awal. Dalam banyak hal, anak selalu ingin menyenangkan orangtuanya, dan kita bisa menjelaskan apa yang menjadi keinginan kita. Penjelasan kita harus spesifik dan jelas untuk anak sesuai dengan umur mereka.

Di suatu hari hujan, Bill bilang ke mamanya bahwa dia ingin main play dough bersama temannya. Saat itu mamanya sedang sibuk dan tergoda untuk bilang saja 'ok' dan membiarkan dua anak itu bermain. Tapi si mama berdiri, mengambil plastik bekas tirai kamar mandi yang memang sudah tidak terpakai. Meletakkannya di atas lantai dan berkata, "Duduk di tengah sini dan kamu bisa main play dough di atas plastik ini."

Sementara kedua anak itu asik main play dough di atas plastik, Bill bertanya, "Mam, boleh pinjem pisau dapur?"
"Pisau dapur bukan untuk main, kenapa ga kamu ambil pisau mainanmu?" Jawab mamanya.
"Oke. Kalau pinjam sendok kayu boleh?" Bill bertanya lagi.
"Tentu. Dan ingat untuk membereskan setelah selesai main ya." Kata mama sambil mengambil sendok kayu.

Beberapa menit yang diluangkan di awal, seakan-akan adalah sebuah ganngguan untuk si mama yang sedang sibuk, tapi hal itu menyelamatkannya dari play dough yang berceceran di lantai yang lengket dan membebaskannya dari kritikan yang mungkin dia lemparkan untuk anaknya.

Cara kita mengatakan sesuatu
Seringkali tujuan kita mengkritik anak kita supaya mereka bisa menjadi lebih baik. Mungkin ini cara yang dipakai orangtua kita terhadap kita dulu. Atau mungkin kita mengkritik mereka karena kita stress atau lelah. Tapi anak-anak tidak merasakan kritikan sebagai dorongan untuk menjadi lebih baik. Untuk seorang anak, kiritik diterima sebagai serangan terhadap pribadinya dan justru membuat anak jadi tidak kooperatif. Anak-anak kecil susah mengerti bahwa tindakan mereka yang tidak diterima, bukan diri mereka.

Kita masih tetap bisa menyampaikan ke anak kita bahwa kita tidak suka tindakan mereka tanpa menyerang pribadi anak kita. Apapun yang terjadi, kita bisa katakan bahwa kita tetap sayang dia, walaupun dia melakukan kesalahan.

Kritik berfokus pada kesulitan, kekurangan dan kekecewaan, bukan solusi. Tentunya kita tidak mau anak kita melihat dunia dengan perspektif yang negatif, atau berpikir bahwa cara mereka meresponi masalah adalah dengan mengeluh.

Mengkritik pasangan kita juga membuat anak belajar memihak salah satu orangtua, menempatkan mereka pada masalah pernikahan. Mereka akan terluka dan bingung membagi kasihnya terhadap kedua orangtuanya. Begitu juga mengkritik kakek dan nenek dari anak-anak kita, menempatkan anak kita di posisi yang sulit. Kritik kita terhadap orangtua atau mertua, merusak hubungan istimewa anak-anak kita dengan kakek dan neneknya. Cepat atau lambat, anak-anak akan bisa melihat kesalahan-kesalahan dalam keluarga. Tidak perlu membebani mereka di saat mereka masih terlalu muda. Anak-anak perlu melihat orang-orang dewasa dalam keluarga mereka saling menghormati dalam perbuatan dan perkataan. Cara anak-anak belajar tentang hubungan dengan orang-orang yang mereka cintai nantinya adalah dengan mengamati interaksi kita dengan orang di sekitar kita.


Aku masih perlu baaanyak sekali belajar untuk mengendalikan diri mengubah kritikan menjadi kalimat yang positif. Bagaimana denganmu?
Read More
Diberdayakan oleh Blogger.

© Elzoria Story, AllRightsReserved.

Blogger theme by Safetricks.com Designed by ScreenWritersArena